Pada
suatu masa di waktu yang telah lalu, jagat Bali nan kecil itu pernah labil
bidang ketentraman atau kedamaiannya dalam waktu yang cukup lama, penyebab
utamanya tidak lain karena di nusa nan kecil itu ada lebih dari lima aliran
kepercayaan yang kesemuanya menjalankan aktivitas kesehariannya mendekatkan
diri dengan Tuhan dengan caranya masing-masing, tiada dinyana ketersinggungan
diantara aliran keyakinanpun tersemai saban waktu.Aliran keyakinan kepadaNya
itulah disebut sekte diantaranya : Sambu,Khala, Brahma, Wisnu,Iswara, serta
Bayu, lumrah dengan nama Sad Paksa.
Berkat kebijaksanaan raja nan bijak raja Bali Raja Masula
Masauli/ Maheswara Maheswari mendatangkan para Bagawantha yang ahli dalam
bidangnya masing-masing dari Jawa Timur, diantaranya ada yang bernama Mpu
Kuturan. Disaat mendampingi jalannya roda pemerintahan Raja Suami Istri Mpu
Kuturan disebut juga Mpu Raja Kerta sejenis menteri kehakiman. Adapun ide/inspirasi
untuk membangun aneka parahyangan/replika sorga di tanah Bali termasuk
diantaranya agar di bangun sebuah kahyangan tiga pada setiap desa pekraman di
bawanya dari tanah Jawi sebelum Sang Mpu menginjakkan kakinya di Bali pada Buda
Kliwon Pahang, Madhuraksa (penanggal ping nem) Candra Sangkala Agni Suku
Babahan, saat tahun saka 923, selanjutnya berparahyangan di Padangbai, dimana
kini keloktah dengan nama Pura Silayukti. Diantara ide cemerlang Sang Mpu
disebutkan agar dibangun sekelompok pura yang terdiri dari tiga jenis ; Pura
Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem dengan nama baku Pura Kahyangan Tiga,
kesehariannya diempon oleh sebuah desa pekraman. Tentang Pura Dalem > Pura Dalem merupakan salah satu Pura Kahyangan
Tiga Desa, disamping Pura Desa dan Pura Puseh.Kata ”Dalem” berarti ; jauh atau
sulit dicapai. Pura Dalem adalah sthana Dewi Durga, yaitu saktinya (istrinya) Siwa
dalam wujud krodha/murka. Durga itu berarti ; jangan mendekat. Pura Dalem
adalah replika/ bentuk tiruan Neraka, dimana Pura Dalem merupakan tempat
berkumpulnya para roh serta terdapatnya berbagai tempat penyiksaan yang tidak
kasat mata, misalnya ; Tegal Penangsaran, Titi Ugal-agil, Titi Gonggang, Batu
Macepat, Kawah Cambragemuka, dsb. Selain konsep pura kahyangan tiga, Sang Mpu
juga beriniasiatif membangun aneka pura yang wawasan penyungsungnya lebih luas,
diantaranya ada pura untuk Bhatara di Besakih, Bhatara di Batu Madeg, Bhatara
di Batu Menyeneng, Bhatara di Pintuaji, Bhatara di Kedaton, Bhatara Ditengah
Mel, Bhatara di Tampurhyang, dsb. Demikianlah diantaranya persembahan raja
Suami Istri dibawa oleh Mpu Kuturan/Raja Kertha saat pusat pemerintahan berkedudukan
di Pejeng.
Selintas
tentang Raja Suami Istri nan bijak itu ; Ntah dalam kurun waktu berapa lama
Dalem Bhatara Guru (Sri Jaya Kesunu) bertahta di tanah Bali, kemudian Beliau berputra kembar
buncing (diyakini anak yang lahir telah membawa jodohnya sendiri dari sana).
Yang laki-laki dinamakan Sang Dhana Diraja Ketana, dan yang perempuan diberi
nama Sang Dhana Dewi Ketu. Sejalan dengan waktu yang berlalu, dikisahkan kedua
putra sang rajapun telah dewasa, maka keduanyapun dikawainkan/dibuncingkan
selanjutnya dinobatkan sebagai raja Bali, dengan nama abiseka Bhatara
Parameswara Sri Wirama Namasiwaya Sri Dhana Diraja Lancana, dan permaisurinya
bernama Paduka Bhatara Sri Dhana Dewi Ketu, dimana warga senusantara menamai
Maheswara-Maheswari. Saat mendampingi pemerintahan Raja Suami Istri itulah Mpu
Raja Kertha juga mendirikan sebuah pura di tengah hutan, dengan candi bentar
menghadap ke barat, yang jika di lihat dari segi nama, pura ini adalah pura
milik penguasa (raja). Kata alas berarti hutan, kata kedaton/kedatuan berasal
dari kata daton. Kata daton adalah kata jadian yang asalnya datu-an atau
ratu-an. Ratu adalah raja perempuan, riilnya kata datu-an atau ratu-an secara
lumrah sebagai tempat sang raja. Dengan demikian Pura Alas Kedaton bermakna
sebagai tempat suci untuk seorang raja. Letak pastinya Pura Alas Kedaton itu di
desa Kukuh Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan
dengan status sebagai Kahyangan Jagat.-
No comments:
Post a Comment