Thursday, January 4, 2018

Berawal dari Batu Menyan di Gunung Salak Bogor










Karena segala sesuatunya berawal dari banyak perhitungan itulah yang pada akhirnya  menghasilnya sesuatu yang diperhitungkan oleh banyak kalangan, lahirlah sebutan berbudaya tinggi pada jajaran umat Hindu di seantero jagat. Riil tiada terbantah dalam hal pembangunan tempat-tempat suci Hindu,perhitungan awal misalnya pemilihan tempat yang tepat cocok bernuansa mistis relegius demi aura ketuhanan kedepannya, karena lewat tempat suci itu para umat Hindu senantiasa berhubungan (mendekatkan diri) dengan Sang Pencipta. Tiada terbantah di tahun dua ribuan, pura pura besar tidak hanya ada di tanah Dewata, Tuhan menghendaki merestui di NKRI ini pura terbesar kedua setelah Pura Agung Besakih ada di Kabupaten Bogor tepatnya di Desa Taman Sari, Ciapus Kecamatan Taman Sari. Itulah dia Pura Parahyangan Agung Jagatkartha, berwibawa berlatarkan hijaunya Gunung Salak, berwibawa anggun sesuai nian dengan keanggunan prabu yang di hormati di pura itu “ Prabu nan bijaksana Sri Baduga Maha Raja/Ratu Jaya Dewata [Prabu Siliwangi] yang memerintah selama 39 tahun). Bukan rahasia lagi, di tempat berdirinya pura megah Jagatkartha itulah dahulu Prabu Siliwangi dan pasukannya mengambil tindakan bijaksana agar tidak ada pertumpahan darah diantara keluarga ( orang tua dan anak ) ngahyang (menghindar ke dunia siluman atas nasehat dari pengikut setianya sepasang macan siluman), dan belakangan kemudian tempat itu dikenal sebagai batu menyan batu yang acap mengeluarkan asap nan harum pada kesehariannya, serta warga sekitarnya berkali-kali juga menyaksikan cahaya putih (sinar terang) dari langit turun ke batu, diirinya rumput-rumput yang bersinar terang. Jika dikatakan sebagai fenomena alam, ya memang bisa, tapi pada riilnya tempat itulah sebagai pilihan para umat Hindu untuk mendirikan sebuah pura yang dinamakan Parahyangan Agung Jagatkartha (1995).





Kami keluarga besar SMP Negeri 2 Pupuan (bipan), di bulan Desember 2017 juga sempat melakukan tirtha yatra ke  Pura Parahyangan Agung Jagatkartha. Kami berangkat dari Desa Belimbing Pupuan Tabanan jam 09 waktu Bali 23 Desember 2017 dengan bus pariwisata (Mansion) syukur kami panjatkan keharibaanNya jam 12 malam WIB 24 Desember kami sudah tiba dengan selamat di rumah jero mangku. Istirahat sebentar lanjut melaksanakan persembahyangan di Pura Melanting, Pura Pasar Agung yang sebelumnya didahului dengan nunas tirtha penglukatan di beji pura. Usai itu kami melanjutkan sembahyang ke pura utama Ada kewajiban untuk menanggalkan alas kaki di tangga pintu masuk, serta pemakaian kain (kamben) sebelum masuk pura. Tiba di jabe tengah akan tertemui arca Ganesha sesuai keyakinan Hindu merupakan lambang kecerdasan serta menjauhkan aneka aral pelintang juga sebagai Dewa Pelindung.  Ada juga pesimpangan pelinggih Ratu Dalem Peed, lanjut di bagian utama pura sebagai tempat pelinggih berstananya  Raja Prabu Siliwangi raja termasyur di era Padjadjaran. Pura Parahyangan Agung Jagatkartha, tidak sedikit mereka yang menganggap sebagai simbul penghormatan kepada prabu nan bijak sakti mandaraguna disegani kawan juga lawan Sri Baduga Prabu Siliwangi  (prabu Jaya Dewata) . Penghormatan terhadap kerajaan Hindu Padjadjaran, kerajaan Hindu terakhir di Tanah Parahyangan.  Astungkara.-

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini