Friday, December 29, 2017

Candi Cetho di Kecamatan Jenawi



 
Candi Cetho kecamatan Jenawi, Karang Anyar Jawa Tengah
Candi Cetho, sebagai tempat sembahyang umat Hindu



Kami keluarga besar SMP Negeri 2 Pupuan, menjelang berakhirnya tahun masehi 2017 sempat melakukan perjalanan relegi Hindu Tirtha Yatra di tanah Jawa, dengan disertai niat suci iklas untuk dapat sujud bakti kepada para leluhur di tanah Jawa (karena kami merasakan bahwasanya lelehur kami berasal dari Jawa). 23 Desember 2017 kami meninggalkan SMP Negeri 2 Pupuan dan tiba kembali 28 Desember 2017 dengan menempuh jarak perjalanan darat kurang lebih 1.200 km pergi dan pulang ( 2.400 km),  melelahkan memang. Saat malam jam 01 dini hari waktu Bali (25-12-2017) kami baru nyampai di rumah Jero mangku di Gunung Salak (Jero mangku pura Parahyangan Agung Jagatkarta), langsung di suguhi minuman hangat (kopi dan teh) serta penganan ringan lantas kami bersih-bersih diri, makan malam lanjut sembahyang. Usai sembahyang hari telah pagi memasuki Natal hari pertama, lanjut perjalanan ke Jakarta niatan hati dapat mengunjungi Monas tapi kendala ramai macet, pupuslah asa untuk dapat mengatakan bahwa diri adalah orang Indonesia. Perjalanan di lanjutkan…… , 27 Desember 2017 rombongan keluarga besar SMP Negeri 2 Pupuan tiba di Dusun Pasekan, Kecamatan Karang Pandan, Kabupaten Karang Anyar, Jateng sampailah kami di Pura Pemacekan (petilasan Kiayi Gusti Ageng Pemacekan dan Parahyangan Sapta Pandita). Sesuai harapan sejak meninggalkan tanah Bali pergi ke Jawa demi meningkatkan kesadaran untuk melaksanakan Serada Bhakti kepada para leluhur, maka kamipun melakukan persembahyangan di petilasan Kiayi Gusti Ageng Pemacekan., serta selanjutkan dengan tiga buah sutle pergi sembahyang ke candi Cetho.

 
Para Umat Hindu juga melakukan persembahyangan di Candi Cetho
 
jika tidak dengan tujuan sembahyang, walo sudah memakai kain kamben tidak diperkenankan memasuki areal utama candi Cetho (kain poleng disediakan oleh pengelola candi, semata sebagai serana wisata belaka)
 
jika tidak dengan tujuan sembahyang, walo sudah memakai kain kamben tidak diperkenankan memasuki areal utama candi Cetho (kain poleng disediakan oleh pengelola candi, semata sebagai serana wisata belaka)
Bagi kami (saya pribadi), dimata kami Candi Cetho itu tiada ubahnya sebuah pura karena sebagian besar motif bangunannya menyerupai pura-pura Hindu kebanyakan, diantaranya ada bangunan seperti bale pesandekan, dan disisi lain ada sejenis bale gong serupa bale gong di pura-pura neng Bali. Ada juga bangunan dari kayu mirip pelinggih (sanggah) pada pura-pura di pulau Bali, tapi ini bukanlah bahan diskusi menarik karena apapun keadaannya kami para penganut Hindu nan taat tetap sujud, tetap kushyuk sembahyang keraribaanNya demi damainya alam maya pada beserta isinya. Candi Cetho  merupakan candi  bercorak agama Hindu  yang diduga kuat dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit abad ke 15 Masehi, menjadi tempat persinggahan dan pelarian Prabu Brawijaya V ke gunung Lawu.  Lokasi candi berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1.496 meter di atas permukaan laut, dan secara administratif berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Sesuai informasi yang kami terima, areal candi digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa/Kejawen. Bangunan utama Candi Cetho berada di ujung sebelah timur kompleks candi. Ukurannya tidak terlalu besar. Berada persis di atas perkebunan teh,  maka ketika berkunjung ke candi ini kita akan mendapatkan dua hal sekaligus yakni wisata sejarah-budaya serta wisata alam pegunungan. Di depan gapura kita mendapati sepasang arca penjaga. Arca penjaga tersebut dinamakan Arca Nyai Gemang Arum. Setelah melewati gapura pertama, Candi Cetho terlihat memiliki sembilan tingkatan berundak, konon  sebenarnya Candi Cetho memiliki tigabelas tingkatan berundak, namun hanya sembilan tingkatan berundak yang dipugar. (Di teras kedua kami mendapat informasi bahwa halaman ini merupakan tempat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur dusun Cetho, serta di teras ketujuh candi Cetho terdapat sepasang arca. Di sisi utara merupakan arca Sabdapalon dan di selatan arca Nayagenggong, dua tokoh besar nan berpengaruh di era akhir Majapahit yakni  sebagai abdi dan penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya V)

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini