Friday, August 11, 2017

Desa Budaya, Desa Wisata dan Desa Tua, Timbrah





Lautan berlian budaya nan mungil centil itu memang jati-jati memendam  buanyak ragam corak budaya yang sejujurnya dominan berbau Hindu, Hindu Pribumi Tanah Bali. Seantero jagatpun tahu kalau di tanah Bali itu masyarakatnya mendiami ribuan desa, diantaranya desa yang terkatagori desa Tua. Mungkin karena usianya yang sudah lama di kesekian desa-desa tua di tanah Bali aneka kebudayaan nan mumpuni mampu ajeg lestari. Lestari karena di pelihara dihormati disegani dan juga dilakoni dengan penuh suka cita, diantara penyebabnya karena mereka itu cinta Hindu maka kebudayaan yang bernuansa religius Hindu itupun mereka cintai. Kita menoleh ke kabupaten tertimur tanah Bali, disana ada desa Timbrah yang telah sedemikian terkenalnya hingga ke manca negara sana,diantara penyebabnya karena di desa Timbrah itu ada lebih dari satu tradisi unik berbudaya tinggi mampu lestari, riil ada Ngusaba Guling (Ngusaba Dalem). Ngusaba yang satu ini dilaksanakan setiap 420 hari sekali (memakai perhitungan sasih Bali/kalender Hindu), di saat hari Jum’at Wuku Klawu berpanca wara Pon. Mungkin karena via tardisi ini memohon kesejahtraan dan keselamatan kepada Betari Durga  (saktinya Siwa) yang berstana di Pura Dalem, maka tradisi ini di laksanakan di Pura Dalem Timbrah serta lumrah juga disebut Ngusaba Dalem. Ngusaba Guling tersebut tiada lain merupakan persembahan yang serana pokoknya berupa  babi guling (be guling), sebagai ucapan terima kasih dan rasa syukur warga adat Timbrah kepada Ida Betara sesuhunannya atas limpahan karunia serta hasil bumi di Timbarh.
 
pemandangan seperti ini, hanya ada di desa Timbrah karasangaem, Bali
Sedemikian terkenalnya desa Timbrah itu, selain ngusaba guling/ngusaba dalem di desa pekeraman Timbrah Karangasem juga ada tradisi lainnya yang mampu lestari ; di antara kegiatan pelaksanaan usaba sumbu  terselip juga suatu tradisi menarik, mabarang namanya.  Pada saat berlangsungnya tradisis mabarang ini, berserana jempana (pralingga Ida Betara), dimana jempana tersebut diperebutkan oleh para pemuda desa (truna adat Timbrah). Para warga desa Timbrah meyakini tradisi mabarang tersebut  berupa bentuk visual Ida Betara Sesuhunan mesolah (mekenak-kenakan) / bersenang-senang, di lain pihak para warga desa pekraman Timbrah juga ada yang mengartikan terdisis mabarang itu sebagai memohon berkah Ida Betara yang divisualisasikan dengan jempana, maka saat tradisi mabarang itu dilaksanakan seluruh pemuda adat Timbrah berusaha untuk dapat menyentuh jempana, maka larutlah mereka semua dalam suka cita. Mabarang itu, sarat dengan nilai luhur warga desa Timbrah dengan Ida Betara sesuhunannya , mabarang juga sebagai pengejawantahan penghormatan krama (warga desa) serta menjaga kelestarian warisan budaya di Desa Pekraman Timbrah. Timbrah itu juga merupakan sebuah desa budaya yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Pembkab Karangasem menetapkannya sebagai sebuah Desa Wisata.-

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini