Sunday, July 16, 2017

Bapa Akasa Ibu Pertiwi



Riil yang terjadi diatas bumi ini hampir semuanya berpasang-pasangan hingga ada diantaranya istilah kiri kanan, atas bawah, laki perempuan, maju mundur dan yang lainnya, yang mana sejatinya diantara istilah yang berpasangan itu bermakna saling menentang dalam artian berlawanan demi keseimbangan. Fakta membuktikan jika salah satu diantara yang berlawanan itu tidak ada lagi, maka yang satunya tidak akan berfungsi sesuai layaknya, kongkrit sandal yang semestinya sepasang jika hanya tinggal satu (seblah saja). Kodrat Ilahi yang maha kuasa memanglah demikian adanya, maka terciptalah yang namanya kaum adam dan kaum hawa, di kalangan umat Hindu (baca Hindu Bali) mengenal istilah purusa dan pradhana.  Purusa itu adalah istilah untuk kaum lelaki ( garis keturunan yang laki-laki ), sedangkan pradhana istilah bagi kaum perempuan (garis keturunan yang perempuan).


Mengapa ayah digambarkan sebagai angkasa sedangkan ibu sebagai bumi pertiwi? Dalam Hindu, aspek maskulin adalah Siwa yang merujuk pada kesadaran murni (pure-consciousness). Kesadaran murni itu luas bagaikan angkasa yang bisa mencakup segalanya. Sedangkan aspek feminin adalah Shakti, yang merujuk pada energi atau fenomena material. Dunia fenomenal itu berubah, merupakan perpaduan empat elemen yaitu tanah, air, api, dan angin. Sedangkan elemen ruang (akasha) adalah luasnya kesadaran kita. Dalam masyarakat agraris, hasil pertanian yang berlimpah adalah harmoni dari empat elemen. Elemen tanah harus didukung elemen air, juga angin dan elemen api. Gunung meletus adalah elemen api, akan merusak namun juga memberikan unsur hara bagi tanah. Air dari gunung mengalir dan memberikan irigasi yang baik bagi sawah dan ladang. Elemen angin membuat proses penyebaran benih dan menjaga kondisi alam agar tetap hidup. Ini semua adalah aspek feminin yaitu Shakti. Dalam bahasa sederhana, kesatuan aspek maskulin dan feminim adalah buah kehidupan, inilah asal mula kultus kesuburan.

Karena takdirlah ada : langit dan bumi, suami dan istri, bapak (langit) dan ibu (akasa) bahkan juga ada Rama dan Sita

Telah ditakdirkan bahwa perempuan itu memang kodratnya harus selalu berada di ”bawah” lelaki, karena perempuan itu identik dengan ”ibu” (pertiwi / bumi) atau ”PRADHANA” (asas bendani / badan jasmaniah). Sedangkan lelaki ditakdirkan harus selalu berada di ”atas” wanita, karena ia identik dengan sosok ”ayah” (langit / akasa) atau ”PURUSA” (Atman). Atau diistilahkan bapa akasa ibu pertwi. Sosok ayah (langit) sangat berarti bagi seorang ibu (bumi), karena dari langitlah turunnya hujan yang mendatangkan kesuburan di bumi, dan seorang lelakilah datangnya benih kehidupan penyambung keturunan yang lebih lanjutnya dibesarkan di Rahim seorang perempuan (ibu). Dalam konteks ajaran Hindu, jika Atman (Purusa) pergi meninggalkan Pradhana (badan),, maka ”matilah” manusia ! Badan jasmaniahnya menjadi rusak dan terurai kembali keasalnya, yaitu ; Panca Maha Bhuta atau ”lima zat unsur” (tanah, air, api, udara dan ether). Artinya : dalam konteks ajaran Hindu, maka lelaki (Purusa / Atman) itu adalah ”Penguasa” atau pengendali perempuan (badan jasmaniah). Lelaki itu memang harus ”menguasai” wanita dan harus selalu berada di ”atas” wanita, dimana wanitanya harus selalu di ”bawah” lelaki. Tiada boleh wanita itu ada di ”atas” lelaki, kecuali Wanitanya sendiri minta di ”atas”, karena saking bosannya terus-terusan ”ditekan” dari atas. Fakta juga telah membuktikan, pada suatu rumah tangga karena jika perempuan yang mengaturnya/ meraja putri (bhs.Bali) mungkin karena penghasilan si istri lebih besar dari suami, niscaya keharmonisan keluarga itu tidak setabil.

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini