Saturday, April 9, 2016

Menganut patriarchat, Putrika/anak jadian solusinya





Sejatinya banyak hal yang membuktikan bahwa menganut agama Hindu itu tidaklah seruwet merentangkan dengan tuntas sebuah benang kusut. Ditengah cercaan hinaan yang diantaranya ada yang dengan terang-terangan mengatakan bahwa semua penganut Hindu itu adalah golongan orang-orang kafir, tetap saya ingin berbagi kepada mereka-mereka yang mau menerima info sedekah tentang Hindu, dari saya orang Bali yang belog, dengan disertai harapan semoga pada akhirnya info yang sedekah itu menjadi sedikit bermanfaat.

dalam perkawinan Hindu Bali, ada istilah nyentana dan ngalih sentana  (gambar ilustrasi)

Telah banyak yang tahu persis, bahwa di jajaran Hindu ada istilah catur asrama merupakan empat tempat lapangan hidup yang dijadikan tempat latihan (menempa diri) untuk mengendalikan diri dalam dunia kerohanian sesuai dengan tahapan-tahapan saat melakoni kehidupan di maya pada ini. Diawali  dengan brahma cari asrama ( saat kehidupan manusia dalam kurun waktu mengejar dan mengumpulkan aneka ilmu pengetahuan diantaranya ilmu pengetahuan kerohanian), grahatha asrama ( merupakan masa kehidupan berumah tangga, hidup dalam ikatan suami istri/mekurenan (bhs.Bali), wanaprastha asrama ( masa kehidupan saat-saat mengurangi kenikmatan dunia/melepaskan diri dari ikatan keduniawian secara bertahap memperbanyak ilmu kerohanian  demi memperoleh kebahagiaan rohani), bhiksuka/sanyasin  ( seseorang dapat menjalani tahapan bhiksuka, bila telah berhasil melewati masa brahmacari, grehastha, dan wanaprastha)


Khusus tentang asrama yang kedua (grahastha asrama), sejatinya grahastha itu berasal dari kata graha yang berarti rumah, dalam Hindu diartikan pula rumah tangga. Tujuan yang tidak sepele guna melaksanakan grahastha asrama sebenarnya demi medapatkan anak-anak yang suputra sebagai penerus keturunan. Lazimnya penganut Hindu itu dan khususnya umat Hindu Bali menganut hukum patriarchat (kebapaan) maka suamilah sebagai kepala rumah tangganya. Kapan si suami tidak mampu lagi bertindak sebagai kepala rumah tangga (karena suatu penyakit, atau meninggal)  maka secara otomatis istrilah yang menggantikan suami selaku kepala rumah tangga. Setelah mendapatkan keturunan yang dianggap sah  (dilahirkan dari perkawinan yang sah sesuai ketentuan ajaran Hindu), maka sebuah keluarga akan di karunai perasaan suka cita. Namun diantara anugrah yang ada, tentu tidak semuanya sesuai harapan misalnya tentang kedudukan anak laki-laki di jajaran Hindu  ( dalam satu rumah tangga banyak terjadi kesemua anak yang terlahir perempuan). Diantara jenis anak yang dikenal di ajaran/hukum  Hindu misalnya ada anak yang disebut : putra/anak ksetraja (anak yang lahir dari perkawinan yang sah), dibedakan menjadi : putra aurasa dan anak karena nafsu, disamping itu ada juga disebut anak jadian (putrika), Putrika (anak jadian) berupa anak perempuan yang dialihkan statusnya menjadi anak laki-laki sesuai hukum Hindu : anak yang berhak menjadi ahli waris adalah anak laki-laki atau anak yang berstatus laki-laki. Semisal dalam suatu keluarga, hanya terlahir anak perempuan semua / anak tunggal perempuan maka kewajiban kepala keluarga mengalihkan salah satu status anak perempuannya menjadi status anak laki-laki. Maka di Bali khususnya ada istilah nyentana dan ngalih sentana  ada juga yang bilang nyeburin. Setelah yang bersangkutan menikah, menurunkan anak maka anak itu berhak menjadi ahli waris rumah pihak ibunya.

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini