Friday, January 8, 2016

Dari Kliwon hingga Siwaratri




Para penganut Hindu nan taat senantiasa bersyukur atas semua rahmatNya, demi berkelanjutannya dari waktu ke waktu menyampaikan rasa syukur itu maka pada ajaran Hindu telah digariskan suatu ketentuan saat-saat baik dan tepat untuk mendekatkan diri kepadaNya. Demi mewujudkan rasa sujud serta bhakti umat kehadapanNya beserta manifestasiNya agar alam semesta beserta isinya senantiasa selamat itulah tujuan umat Hindu menyelenggarakan upacara keagamaan/ritual pada hari-hari yang dianggap suci. Para cendekiawan Hindu dari sejak dahahulu telah menentukan yang namanya hari-hari yang disucikan/dianggap suci oleh penganut Hindu, berdasarkan perhitungan wariga, pertemuan wuku dengan hari sapta wara serta hari panca wara maka tertentukanlah yang namanya hari suci/hari raya/ rerainan.


Memang tiada dapat disangkal umat Hindu Itu paling buanyak memiliki hari raya keagamaan, sampai-sampai para SDM Hindu ditempatkan pada pilihan terakhir oleh para pemegang uang karena Hindu itu banyak liburnya, tapi itulah ciri khasnya. Diantara hari-hari suci umat Hindu itu ada yang namanya Kliwon, Kajeng Kliwon, Anggara Kasih, Buda Kliwon dan yang lainnya. Kliwon itu pada kalender Hindu /Hindu Bali tibanya setiap lima hari sekali, diyakini saatnya Sanghyang Siwa bersemadi. Kajeng Kliwon, saat ini tibanya setiap lima belas hari sekali, kajeng kliwon ada dua jenis  ( kajeng kliwon nyitan menjelang bulan penuh dan kajeng kliwon uwudan menjelang bulan mati). Anggara Kliwon/anggara kasih,  diyakini saat beryoganya Sanghyang Ludra, sebagai pembasmi semua leteh-letuh, mala dan papa termasuk letuhing suksma-sthula sarira umat. Buda/Rabu Wage diyakini sebagai payogan/pasucian Sanghyang Manik Galih yang menurunkan Sanghyang Ongkara Mrtha di bumi. Buda/Rabu Kliwon,  merupakan payogan Sanghyang Ayu/Sanghyang Nirmala Jati. Saniscara/Sabtu Kliwon (tumpek),  pada saat tumpek umat Hindu meyakini saat turunnya Sanghyang Wisesa/Sanghyang Pencipta juga Sanghyang Dharma yang menganugrahkan segala ilmu pengetahuan kepada umatNya. Buda/Rabu Kliwon Sinta (Pagerwesi) merupakan saat yang baik untuk membuat segala jenis tanda-tanda larangan juga baik untuk membuat pagar hidup dan tembok penyengker. Diyakini sebagai hari payogan Sanghyang Pramesti Guru,para Dewa, juga Pitara, saat beliau menganugrahkan  keselamatan, kesejahtraan, juga kebahagiaan. 



Buda/Rabu Kliwon Dungulan (Hari Raya Galungan), Lembaga tertinggi umat Hindu (PHDI) menyimpulkan bahwa, hari suci Galungan memiliki  makna/arti  sebagai pawedalan jagat/otonan gumi/musaba gumi. Pada hari inilah para penganut Hindu Bali maha suksmaning idepnya kepada Hyang Widhi atas terciptanya dunia beserta isinya. Saniscara/Sabtu Kliwon Kuningan (Hari Raya Kuningan/Tumpek Kuningan), keyakinan para penganut Hindu pada saat inilah Hyang Widhi beserta Ida Bhatara juga Roh suci leluhur turun kembali ke bumi demi melimpahkan karuniaNya kepada semua umat. Buda/Rabu Kliwon Pahang (Pegat Uwakan), dirayakan 35 hari setelah Hari Raya Galungan. Kata pegat uwakan diartikan pegat,warah/diam. Maka pada hari ini  para sarjana-sujana, juga orang-orang budiman mempergunakan sebagai saat tepat melakukan tapa diam (monobratha/bratha dhyana/semadhi pralina). Saniscara/Sabtu Kliwon Wariga/Tumpek Wariga/tumpek Pengarah/Tumpek Pengatag/Tumpek Bubuh, umat Hindu meyakini hari turunnya Sanghyang Sangkara yang menjaga keselelamatan  segala jenis tumbuhan. Saniscara/Sabtu Kliwon Uye/ Tumpek Uye/Tumpek Kandang/Tumpek Wewalungan, merupakan hari selamatan binatang piaraan/sarwa wewalungan. Hari ini dipuja Sanghyang Rare Angon sebagai dewanya ternak. Saniscara/Sabtu Kliwon Wayang/Tumpek Wayang/Tumpek Ringgit, sebagai pujawalinya Sanghyang Iswara dengan sadhana wayang kulit/benda-benda seni misalnya gender, gambang dll. Hari Suci Saraswati/ Sabtu Umanis Watugunung, diyakini oleh seluruh jajaran Hindu sebagai turunnya aneka ilmu pengetahuan, seorang dewi nan ayu sebagai simbolnya “Dewi Saraswati” saktinya Dewa Brahma. Hari Raya Siwaratri, tibanya setiap tahun sekali sekitar bulan Januari tahun masehi yakni pada purwanining tilem sasih kepitu (sehari sebelum bulan mati saat sasih kepitu). Umat Hindu memberi nama khusus untuk sasih kepitu yakni, Catur dasi kresnapaksa maghapalguna, keadaan malam saat itu  tergelap dalam kurun waktu setahun. Pada puncaknya malam tergelap itulah umat Hindu meyakini beryoga Sanghyang Siwa, beliau berkenan menganugrahkan berkahnya pada umat yang melaksanakan pejagran /bergadang semalam suntuk. Maka malam ini  disebut juga malam pejagran. 

Edisi : purwanining tilem kepitu januari 2016.

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini