Sejatinya yang namanya agama atau kepercayaan/keyakinan itu
sedemikian luas arti serta maknanya, luar biasa jauh jangkauannya bahkan dapat
dikatakan tiada tergambarkan. Sebagai salah satu contoh dalam ajaran Hindu,
amat di harapkan bahkan diwajibkan para umatnya agar sedapat mungkin senantiasa
eling denganNya dan selalu mendekatkan diri kepadaNya juga selalu menjauhi
semua laranganNya. Dengan suatu keyakinan, para penganut Hindu diharapkan dapat
mencapai yang namanya kesempurnaan hidup lahir bathin (jagadhita dan moksa)
diantaranya ditentukan satu jalan olehNya diantara empat jalan yang ada (catur
marga). Diantara keempat jalan yang telah ditentukan demi tercapainya
kesempurnaan hidup ada yang disebutkan bhakti marga, merupakan suatu jalan
untuk mencapai kebebasan/kesempurnaan dan kesatuan atman dengan Hyang Widhi,
berdasarkan atas cinta kasih / cinta yang mendalam terhadap Tuhan.
Yang namanya bhakti marga itu, seluruh umat Hindu khususnya
para warga Hindu tanah Bali telah secara nyata dan rutin melakoni dalam
kesehariannya, bahkan telah menjadi suatu budaya/kebudayaan nan adi luhung dikagumi warga bumi sejagat. Riil contohnya,
bila telah dipergunakan untuk upacara / odalan walau tidak punya uang, mereka
akan berusaha untuk meminjam agar bisa mempersembahkan sesajen pada waktu
upacara ( kala odalan / rerahinan ). Demi bhaktinya kepada Hyang Widhi, mereka
iklas membeli aneka buah untuk sesajen/banten, memotong ayam juga telur dan bahan
upacara lainnya, yang bukan tidak mungkin bisa menghabiskan uang puluhan ribu
rupiah bahkan lebih. Seseorang yang bhakti tiada pernah lelah, pura-pura yang
ada di puncak gunung maupun di tepi laut dikunjungi, aneka pekerjaan yang
berupa persiapan upacara yang butuh tenaga berhari-hari mereka lakoni dengan
senang hati karena rasa bhakti. Rasa bhakti para umat Hindu, umumnya di lakukan
pada hari-hari yang telah ditentukan misalnya saat rerahinan jagat, atau kala
piodalan di tempat-tempat yang telah ditentukan.
Saat saat para umat Hindu menunjukkan bhaktinya kepada Hyang
Widhi lumrah dilaksanakan saat rerahinan atau piodalan tiba. Sesungguhnya kata
rerahinan dan piodalan, memiliki arti yang berbeda. Rerahinan berasal dari kata
rahina, yang berarti hari atau terang. Kata rahina didwipurwakan jadilah kata
rerahinan, yang dimaksud adalah hari-hari yang terang atau baik untuk
menghubungkan diri, memuja kebesaran Hyang Widhi. Contohnya ada rerahinan jagat
Galungan, rerahinan purnama, rerahinan tilem, dsb. Dan berikutnya tentang kata
piodalan, berasal dari kata wodal/medal yang berarti lahir, luar,
Odalan/piodalan bermakna perayaan, peringatan hari lahir atau hari jadi. Misalnya
: piodalan di pura puseh, piodalan di sanggah/merajan, dll. Walaupun kata rerahinan dan odalan/piodalan
punya arti yang beda namun dalam hubungannya dengan penyelenggaraan aneka
upacara keagamaan punya pengertian yang sama yakni hari yang dianggap baik
untuk menghormati, menghubungkan diri denganNya dalam berbagai aspekNya.
No comments:
Post a Comment