Ada banyak pedoman yang mesti ditaati dan memang wajib untuk
ditaati oleh para pemeluk suatu agama / kepercayaan agar suatu ketika kelak
saat badan kasar ditinggal oleh roh/atma, sang atma agar dapat sedekat mungkin
denganNya walau tidak menyatu. Diantara agama yang ada neng jagat, dan
nyata-nyata tersebar merata keseantero jagat sebut saja agama Hindu. Dalam
ajaran Hindu nyata-nyata ada yang disebut korban suci yang keloktah terkenal
dengan sebutan yadnya : manusa yadnya, bhuta yadnya, dewa yadnya, rsi yadnya,
dan pitra yadnya. Khusus tentang manusa
yadnya, punya suatu tujuan demi memelihara hidup membersihkan lahir dan bathin
manusia mulai dari terwujudnya jasmani dalam kandungan sang ibu hingga akhir
hidup manusia. Merupakan suatu korban suci, nan tulus iklas tanpa pamrih untuk
kepentingan jiwa raga.
manusa yadnya, mecolong dan ngangkid |
manusa yadnya, potong gigi/mepandes/metatah |
manusa yadnya, pernikahan |
manusa yadnya, pernikahan |
Diantara kesekian banyak upacara/korban suci yang termasuk
dalam manusa yadnya diantaranya : -
upacara pagedong-gedongan : ditujukan kehadapan bayi yang ada dalam kandungan,
merupakan upacara bayi yang pertama kali dialami sejak terciptanya sebagai
manusia. Upacara dilakukan setelah kehamilan berumur 5 bulan Bali (6 bulan
kalender) sebelum sang bayi lahir. –
upacara kepus puser : setelah bayi lahir, kalau puser bayi telah lepas / kepus
(bhs. Bali) maka dibuatkan suatu upakara yang bertujuan untuk membersihkan
secara rohaniah tempat-tempat suci, dan bangunan-bangunan yang ada disekitarnya
: sanggah kemulan, sumur, bale, dsb. Puser bayi umumnya dibungkus dengan
secarik kain, lalu dimasukkan ke dalam sebuah ketupat (ketipat kukur) disertai
dengan aneka rempah (anget-anget) diantaranya sintok, mesui, kencur, katik cengkeh, dll. Lalu digantung ditempat
tidur bayi agak keteben/ kehilir. Dipercaya mulai saat itu sang bayi di asuh /
dapat perlindungan dari Sanghyang Kumara, makanya untuk beliau dibuatkan sebuah
tempat diatas tempat tidur bayi yang
disebut pelangkiran / kemara. – upacara tiga bulanan / nelu bulanin : tujuan
upacara ini yakni agar jiwa atma sang bayi benar-benar berada pada jiwa
raganya, setelah upacara nelu bulanin juga ada upacara turun tanah, mohon wara
nugraha kehadapan ibu pertiwi bahwa sang bayi/anak akan menginjakkan kakinya
agar beliau melindungi dan mengasuhnya. Upacara ini dilaksanakan setelah bayi
berumur 105 hari ( 3 bulan wuku ), dibuatkan upacara nelu bulanin ( dan ada juga
langsung mencolong dan ada juga langsung
nyambutin). Upacara ditujukan kehadapan Hyang Widhi dengan manifestasi
Sanghyang Surya, Candra, dan Bhatara Guru, memohon keselamatan agar bayi tetap berada dalam keadaan sehat
walafiat serta selamat juga panjang umur. Upacara-upacara selanjutnya
diantaranya : upacara satu oton (6 bulan wuku), upacara tumbuh gigi, upacara
meketus, upacara meningkat dewasa/munggah deha truna, upacara potomg gigi, dan
upacara perkawinan.
POTONG GIGI UNTUK ORANG MENINGGAL
POTONG GIGI UNTUK ORANG MENINGGAL
Latah diantara kita yang tahu, bahwasanya, Upacara
Potong Gigi atau disebut juga ”metatah” (mepandes) termasuk dalam upacara
Manusa Yadnya. Upacara ini bertujuan untuk menghilangkan sifat-sifat
keraksasaan dalam diri manusia.Banyak terjadi di masyarakat sampai akhir
hidupnya seseorang tidak/belum potong gigi, maka muncullah pertanyaan, apakah
orang yang telah meninggal masih perlu melakukan upacara potong gigi ?
Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dalam Keputusan ”Kesatuan Tafsir”-nya
memutuskan ; bahwa upacara potong gigi untuk orang yg telah meninggal tidak
perlu dilakukan, karena hal itu disebutkan sebagai
”ngeludang wangke” (menyiksa mayat). Namun bila ada pihak keluarga tetap
menginginkan dilakukan upacara potong gigi tsb, maka hal itu dapat dibenarkan.
Tetapi sarana-sarana dlm upacara potong gigi terhadap orang yg masih hidup,
seperti; kikir dan sangihan harus diganti dengan sarana ”pusuh Bungan Tunjung”
(bunga teratai yang belum mekar). Sedangkan untuk ”Sangging” (tukang potong
gigi) digantikan oleh orang tua yang sudah meninggal tersebut. Bunga Tunjung
adalah linggih (sthana) Ida Sanghyang Widi Wasa dalam wujudnya sebagai
pencipta, pemelihara dan pelebur. Dengan demikian berarti bahwa pelaksanaan
potong gigi tersebut pelaksanaannya
adalah melalui kuasa Tuhan. Sedangkan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh orang
tua atau bapaknya,asumsinya adalah karena bapaknya adalah lambang dari ”Penciptaan.-
No comments:
Post a Comment