Monday, July 22, 2013

Lestarikan Sarwa Prani demi banten (Hindu)



Tidak ada yang dapat memungkiri kalau dikatakan bahwa Agama Hindu dominan sebagai pemeluk warga tanah Bali, dan sarana bhakti Umat Hindu yang paling bervariasi katakanlah seni dalam artian menarik juga ada di tanah Bali, banten demikian namanya. Banten juga merupakan salah satu budayanya Bali dari kesekian banyak jenis budaya yang tumbuh dan membanggakan yang ada di tanah Bali.



Banten bagi umat Hindu Bali merupakan visualisasi dari makna tattwa, susila, serta upacara dalam bentuk simbul sakral dari ajaran Agama Hindu. Sarwa Prani (flora dan fauna) dan unsur-unsur Panca Maha Bhuta lainnya sebagai sarana untuk membentuk/membuat banten dengan wujud yang indah sehingga dapat menggambarkan ajaran Hindu dengan benar dan baik.  Dengan banten juga para umat Hindu dapat lebih mudah mendalami ajaran agamanya melalui prosesi ritual sakral. Tujuannya pasti guna menguatkan daya sepiritual guna mengarahkan dinamika pikiran, ucapan, serta prilaku senantiasa di jalan dharma. Dengan tujuan yang pasti yakni adanya peningkatan kualitas prilaku  semakin ayuning sila dan ayuning acara ( adanya perbaikan prilaku individu dan perbaikan tradisi kehidupan bersama).

Sejatinya sarwa prani sebagai sarana membuat banten mempunyai tujuan yaitu untuk melestarikan sarwa prani (fauna flora), dari hasil pelestarian itulah umat Hindu di tanah Bali mewariskan konsep pilihan : Nista, madya, dan utama dalam membuat banten. Kata nista dalam bahasa sansekerta berasal dari kata sta artinya “inti sari”. Dengan demikian nista bukanlah berarti jelek/kasar. Banten merupakan sarana sakral untuk menghadirkan upacara upakara yadnya. Kata upacara dalam bahasa sansekerta artinya “mendekat”, sedangkan upakara artinya “melayani”. Kata yadnya berarti persembahan dengan ketulusiklasan untuk berkorban suci. Kita tidak dibuat ruwet karena banten, karena ada pilihan nista, madya, utama. Dalam banten sendiri ada nilai asih,dan punia sebagai bentuk bhakti kepadaNya. Asih pada alam lingkungan, punia dalam bentuk pengabdian pada sesama manusia. Itulah bentuk bhakti pada Hyang Widi.

Guna memelihara tradisi banten, mari kita upayakan bersama panca maha  bhuta dan sarwa prani untuk dilestarikan yang dipakai sarana banten.  Dari hasil pelestarian itulah kita pakai sebagai sarana membuat banten. Bhuta yadnya namanya, dengan mengembalikan kelestarian alam dan menghormati peningkatan pelestarian tumbuh-tumbuhan. Marilah kita kuatkan upaya upaya melestarikan sarwa prani demi menjaga keberlangsungan kegiatan membuat banten untuk selama-lamanya. Kita mesti membuat program aksi guna melestarikan sarwa perani itu, seperti : tebu, pinang, sirih, pisang khas Bali, pohon kelapa dengan berbagai jenisnya. Semoga dengan itu kegiatan membuat banten akan tetap lestari sepanjang zaman, sebagai media mengamalkan ajaran agama Hindu.---

Sumber  : bali post 21 juli 2013.


No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini