Tidak ada yang dapat memungkiri kalau
dikatakan bahwa Agama Hindu dominan sebagai pemeluk warga tanah Bali, dan
sarana bhakti Umat Hindu yang paling bervariasi katakanlah seni dalam artian
menarik juga ada di tanah Bali, banten demikian namanya. Banten juga merupakan
salah satu budayanya Bali dari kesekian banyak jenis budaya yang tumbuh dan
membanggakan yang ada di tanah Bali.
Banten bagi umat Hindu Bali merupakan
visualisasi dari makna tattwa, susila, serta upacara dalam bentuk simbul sakral
dari ajaran Agama Hindu. Sarwa Prani (flora dan fauna) dan unsur-unsur Panca
Maha Bhuta lainnya sebagai sarana untuk membentuk/membuat banten dengan wujud
yang indah sehingga dapat menggambarkan ajaran Hindu dengan benar dan baik. Dengan banten juga para umat Hindu dapat
lebih mudah mendalami ajaran agamanya melalui prosesi ritual sakral. Tujuannya
pasti guna menguatkan daya sepiritual guna mengarahkan dinamika pikiran,
ucapan, serta prilaku senantiasa di jalan dharma. Dengan tujuan yang pasti
yakni adanya peningkatan kualitas prilaku
semakin ayuning sila dan ayuning acara ( adanya perbaikan prilaku
individu dan perbaikan tradisi kehidupan bersama).
Sejatinya sarwa prani sebagai sarana
membuat banten mempunyai tujuan yaitu untuk melestarikan sarwa prani (fauna
flora), dari hasil pelestarian itulah umat Hindu di tanah Bali mewariskan
konsep pilihan : Nista, madya, dan utama dalam membuat banten. Kata nista dalam
bahasa sansekerta berasal dari kata sta artinya “inti sari”. Dengan demikian
nista bukanlah berarti jelek/kasar. Banten merupakan sarana sakral untuk
menghadirkan upacara upakara yadnya. Kata upacara dalam bahasa sansekerta
artinya “mendekat”, sedangkan upakara artinya “melayani”. Kata yadnya berarti
persembahan dengan ketulusiklasan untuk berkorban suci. Kita tidak dibuat ruwet
karena banten, karena ada pilihan nista, madya, utama. Dalam banten sendiri ada
nilai asih,dan punia sebagai bentuk bhakti kepadaNya. Asih pada alam
lingkungan, punia dalam bentuk pengabdian pada sesama manusia. Itulah bentuk
bhakti pada Hyang Widi.
Guna memelihara tradisi banten, mari
kita upayakan bersama panca maha bhuta
dan sarwa prani untuk dilestarikan yang dipakai sarana banten. Dari hasil pelestarian itulah kita pakai
sebagai sarana membuat banten. Bhuta yadnya namanya, dengan mengembalikan
kelestarian alam dan menghormati peningkatan pelestarian tumbuh-tumbuhan.
Marilah kita kuatkan upaya upaya melestarikan sarwa prani demi menjaga
keberlangsungan kegiatan membuat banten untuk selama-lamanya. Kita mesti
membuat program aksi guna melestarikan sarwa perani itu, seperti : tebu,
pinang, sirih, pisang khas Bali, pohon kelapa dengan berbagai jenisnya. Semoga
dengan itu kegiatan membuat banten akan tetap lestari sepanjang zaman, sebagai
media mengamalkan ajaran agama Hindu.---
Sumber : bali post 21 juli 2013.
No comments:
Post a Comment