Penghuni pertama pulau Bali
diperkirakan datang pada 3000-2500
SM yang bermigrasi
dari Asia.[4] Peninggalan
peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di
bagian barat pulau.[5] Zaman prasejarah kemudian
berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100
SM.[rujukan?]
Kebudayaan
Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin
cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di
berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari
Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa.
Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai
dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada
masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat
di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu,
namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di
nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan,
pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke
Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de
Houtman dari Belanda pada 1597,
meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat
tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585.
Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di
tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir
kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau
Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an
kehadiran Belanda telah menjadi permanen yang awalnya dilakukan dengan
mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama
lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah
Sanur dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah
maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga
menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputanyang
melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya.
Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun
Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur
Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini,
sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II dan saat itu seorang perwira militer
bernama I Gusti Ngurah
Rai membentuk pasukan
Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan
Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk
menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang.
Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan
senjata Jepang.
Pada 20 November 1945,
pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I
Gusti Ngurah Rai yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur
Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata
lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya dan
menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada
tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian
dari Negara Indonesia
Timur yang baru
diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagiRepublik
Indonesia yang
diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik
Indonesia Serikat ketika
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949.
Tahun 1950,
secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum
menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan
Gunung Agung yang terjadi pada tahun 1963,
sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965,
seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di
Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap
anggota dan simpatisanPartai Komunis
Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh
atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian pada masa awal Orde Baru tersebut
sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[6]
Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002,
berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang
tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom
Bali 2005 juga terjadi
tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut
mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah
wisatawan asing dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan
berat beberapa tahun terakhir ini.
Sumber >> http://id.wikipedia.org/wiki/Bali
Di Bali dikenal satu bait sastra yang intinya digunakan sebagai slogan lambang negara Indonesia, yaitu: Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Manggrua, yang bermakna 'Kendati berbeda namun tetap satu jua, tiada duanya (Tuhan - Kebenaran) itu'. Bisa dipahami jika masyarakat Bali dapat hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain seperti Islam, Kristen, Budha, dan lainnya. Pandangan ini merupakan bantahan terhadap penilaian sementara orang bahwa Agama Hindu memuja banyak Tuhan. Kendati masyarakat Hindu di Bali menyebut Tuhan dengan berbagai nama namun yang dituju tetaplah satu, Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa, yang disebut Tri Murti, kendati terpilah tiga, namun terkait satu jua sebagai proses lahir-hidup-mati atau utpeti-stiti-pralina. Dewata Nawa Sanga sebagai sembilan Dewata yang menempati delapan arah mata angin dan satu di tengah kendati terpilah sembilan lalu menjadi sebelas tatkala terpadu dengan lapis ruang ke arah vertikal bawah-atas-tengah atau bhur-bwah-swah, adalah satu jua sebagai kekuatan Tuhan dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Demikian pula halnya dengan nama dan sebutan lain yang dimaksudkan secara khusus memberikan gelar atas ke-Mahakuasa-an Tuhan.
Keyakinan umat Hindu terhadap keberadaan Tuhan/Hyang Widhi yang Wyapi Wyapaka atau ada di mana-mana juga di dalam diri sendiri - merupakan tuntunan yang selalu mengingatkan keterkaitan antara karma atau perbuatan dan pahala atau akibat, yang menuntun prilaku manusia ke arah Tri Kaya Parisudha sebagai terpadunya manacika, wacika, dan kayika atau penyatuan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik.
Umat Hindu percaya bahwa alam semesta beserta segala isinya adalah ciptaan Tuhan sekaligus menjadi karunia Tuhan kepada umat manusia untuk dimanfaatkan guna kelangsungan hidup mereka. Karena itu tuntunan sastra Agama Hindu mengajarkan agar alam semesta senantiasa dijaga kelestarian dan keharmonisannya yang dalam pemahamannya diterjemahkan dalam filosofi Tri Hita Karana sebagai tiga jalan menuju kesempurnaan hidup, yaitu:
Hubungan manusia dengan Tuhan; sebagai atma atau jiwa dituangkan dalam bentuk ajaran agama yang menata pola komunikasi spiritual lewat berbagai upacara persembahan kepada Tuhan. Karena itu dalam satu komunitas masyarakat Bali yang disebut Desa Adat dapat dipastikan terdapat sarana Parhyangan atau Pura, disebut sebagai Kahyangan Tiga, sebagai media dalam mewujudkan hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi. Hubungan manusia dengan alam lingkungannya; sebagai angga atau badan tergambar jelas pada tatanan wilayah hunian dan wilayah pendukungnya (pertanian) yang dalam satu wilayah Desa Adat disebut sebagai Desa Pakraman.
Hubungan manusia dengan sesama manusia; sebagai khaya atau tenaga yang dalam satu wilayah Desa Adat disebut sebagai Krama Desa atau warga masyarakat, adalah tenaga penggerak untuk memadukan atma dan angga.
Pelaksanaan berbagai bentuk upcara persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh umat Hindu disebut Yadnya atau pengorbanan/korban suci dalam berbagai bentuk atas dasar nurani yang tulus. Pelaksanaan Yadnya ini pada hakekatnya tidak terlepas dari Tri Hita Karana dengan unsur-unsur Tuhan, alam semesta, dan manusia.
Didukung dengan berbagai filosofi agama sebagai titik tolak ajaran tentang ke-Mahakuasa-an Tuhan, ajaran Agama Hindu menggariskan pelaksanaan Yadnya dalam lima bagian yang disebut Panca Yadnya, yang diurai menjadi:
1. Dewa Yadnya
Persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Upacara Dewa Yadnya ini umumnya dilaksanakan di berbagai Pura, Sanggah, dan Pamerajan (tempat suci keluarga) sesuai dengan tingkatannya. Upacara Dewa Yadnya ini lazim disebut sebagai piodalan, aci, atau pujawali.
2. Pitra Yadnya
Penghormatan kepada leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, yang melahirkan, memelihara, dan memberi warna dalam satu lingkungan kehidupan berkeluarga. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa roh leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, sesuai dengan karma yang dibangun semasa hidup, akan menuju penyatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Keluarga yang masih hiduplah sepatutnya melaksanakan berbagai upacara agar proses dan tahap penyatuan tersebut berlangsung dengan baik.
3. Rsi Yadnya
Persembahan dan penghormatan kepada para bijak, pendeta, dan cerdik pandai, yang telah menetapkan berbagai dasar ajaran Agama Hindu dan tatanan budi pekerti dalam bertingkah laku.
4. Manusia Yadnya
Suatu proses untuk memelihara, menghormati, dan menghargai diri sendiri beserta keluarga inti (suami, istri, anak). Dalam perjalanan seorang manusia Bali, terhadapnya dilakukan berbagai prosesi sejak berada dalam kandungan, lahir, tumbuh dewasa, menikah, beranak cucu, hingga kematian menjelang. Upacara magedong-gedongan, otonan, menek kelih, pawiwahan, hingga ngaben, adalah wujud upacara Hindu di Bali yang termasuk dalam tingkatan Manusa Yadnya.
5. Bhuta yadnya
Prosesi persembahan dan pemeliharaan spiritual terhadap kekuatan dan sumber daya alam semesta. Agama Hindu menggariskan bahwa manusia dan alam semesta dibentuk dari unsur-unsur yang sama, yaitu disebut Panca Maha Bhuta, terdiri dari Akasa (ruang hampa), Bayu (udara), Teja (panas), Apah (zat cair), dan Pertiwi (zat padat). Karena manusia memiliki kemampuan berpikir (idep) maka manusialah yang wajib memelihara alam semesta termasuk mahluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan).
Panca Maha Bhuta, yang memiliki kekuatan amat besar, jika tidak dikendalikan dan tidak dipelihara akan menimbulkan bencana terhadap kelangsungan hidup alam semesta. Perhatian terhadap kelestarian alam inilah yang membuat upacara Bhuta Yadnya sering dilakukan oleh umat Hindu baik secara insidentil maupun secara berkala. Bhuta Yadnya memiliki tingkatan mulai dari upacara masegeh berupa upacara kecil dilakukan setiap hari hingga upacara caru dan tawur agung yang dilakukan secara berkala pada hitungan wuku (satu minggu), sasih (satu bulan), sampai pada hitungan ratusan tahun.
Sumber >> http://www.baliprov.go.id
Rumah Sakit Umum Di Bali ;
Di Bali dikenal satu bait sastra yang intinya digunakan sebagai slogan lambang negara Indonesia, yaitu: Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Manggrua, yang bermakna 'Kendati berbeda namun tetap satu jua, tiada duanya (Tuhan - Kebenaran) itu'. Bisa dipahami jika masyarakat Bali dapat hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain seperti Islam, Kristen, Budha, dan lainnya. Pandangan ini merupakan bantahan terhadap penilaian sementara orang bahwa Agama Hindu memuja banyak Tuhan. Kendati masyarakat Hindu di Bali menyebut Tuhan dengan berbagai nama namun yang dituju tetaplah satu, Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa, yang disebut Tri Murti, kendati terpilah tiga, namun terkait satu jua sebagai proses lahir-hidup-mati atau utpeti-stiti-pralina. Dewata Nawa Sanga sebagai sembilan Dewata yang menempati delapan arah mata angin dan satu di tengah kendati terpilah sembilan lalu menjadi sebelas tatkala terpadu dengan lapis ruang ke arah vertikal bawah-atas-tengah atau bhur-bwah-swah, adalah satu jua sebagai kekuatan Tuhan dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Demikian pula halnya dengan nama dan sebutan lain yang dimaksudkan secara khusus memberikan gelar atas ke-Mahakuasa-an Tuhan.
Keyakinan umat Hindu terhadap keberadaan Tuhan/Hyang Widhi yang Wyapi Wyapaka atau ada di mana-mana juga di dalam diri sendiri - merupakan tuntunan yang selalu mengingatkan keterkaitan antara karma atau perbuatan dan pahala atau akibat, yang menuntun prilaku manusia ke arah Tri Kaya Parisudha sebagai terpadunya manacika, wacika, dan kayika atau penyatuan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik.
Umat Hindu percaya bahwa alam semesta beserta segala isinya adalah ciptaan Tuhan sekaligus menjadi karunia Tuhan kepada umat manusia untuk dimanfaatkan guna kelangsungan hidup mereka. Karena itu tuntunan sastra Agama Hindu mengajarkan agar alam semesta senantiasa dijaga kelestarian dan keharmonisannya yang dalam pemahamannya diterjemahkan dalam filosofi Tri Hita Karana sebagai tiga jalan menuju kesempurnaan hidup, yaitu:
Hubungan manusia dengan Tuhan; sebagai atma atau jiwa dituangkan dalam bentuk ajaran agama yang menata pola komunikasi spiritual lewat berbagai upacara persembahan kepada Tuhan. Karena itu dalam satu komunitas masyarakat Bali yang disebut Desa Adat dapat dipastikan terdapat sarana Parhyangan atau Pura, disebut sebagai Kahyangan Tiga, sebagai media dalam mewujudkan hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi. Hubungan manusia dengan alam lingkungannya; sebagai angga atau badan tergambar jelas pada tatanan wilayah hunian dan wilayah pendukungnya (pertanian) yang dalam satu wilayah Desa Adat disebut sebagai Desa Pakraman.
Hubungan manusia dengan sesama manusia; sebagai khaya atau tenaga yang dalam satu wilayah Desa Adat disebut sebagai Krama Desa atau warga masyarakat, adalah tenaga penggerak untuk memadukan atma dan angga.
Pelaksanaan berbagai bentuk upcara persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh umat Hindu disebut Yadnya atau pengorbanan/korban suci dalam berbagai bentuk atas dasar nurani yang tulus. Pelaksanaan Yadnya ini pada hakekatnya tidak terlepas dari Tri Hita Karana dengan unsur-unsur Tuhan, alam semesta, dan manusia.
Didukung dengan berbagai filosofi agama sebagai titik tolak ajaran tentang ke-Mahakuasa-an Tuhan, ajaran Agama Hindu menggariskan pelaksanaan Yadnya dalam lima bagian yang disebut Panca Yadnya, yang diurai menjadi:
1. Dewa Yadnya
Persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Upacara Dewa Yadnya ini umumnya dilaksanakan di berbagai Pura, Sanggah, dan Pamerajan (tempat suci keluarga) sesuai dengan tingkatannya. Upacara Dewa Yadnya ini lazim disebut sebagai piodalan, aci, atau pujawali.
2. Pitra Yadnya
Penghormatan kepada leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, yang melahirkan, memelihara, dan memberi warna dalam satu lingkungan kehidupan berkeluarga. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa roh leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, sesuai dengan karma yang dibangun semasa hidup, akan menuju penyatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Keluarga yang masih hiduplah sepatutnya melaksanakan berbagai upacara agar proses dan tahap penyatuan tersebut berlangsung dengan baik.
3. Rsi Yadnya
Persembahan dan penghormatan kepada para bijak, pendeta, dan cerdik pandai, yang telah menetapkan berbagai dasar ajaran Agama Hindu dan tatanan budi pekerti dalam bertingkah laku.
4. Manusia Yadnya
Suatu proses untuk memelihara, menghormati, dan menghargai diri sendiri beserta keluarga inti (suami, istri, anak). Dalam perjalanan seorang manusia Bali, terhadapnya dilakukan berbagai prosesi sejak berada dalam kandungan, lahir, tumbuh dewasa, menikah, beranak cucu, hingga kematian menjelang. Upacara magedong-gedongan, otonan, menek kelih, pawiwahan, hingga ngaben, adalah wujud upacara Hindu di Bali yang termasuk dalam tingkatan Manusa Yadnya.
5. Bhuta yadnya
Prosesi persembahan dan pemeliharaan spiritual terhadap kekuatan dan sumber daya alam semesta. Agama Hindu menggariskan bahwa manusia dan alam semesta dibentuk dari unsur-unsur yang sama, yaitu disebut Panca Maha Bhuta, terdiri dari Akasa (ruang hampa), Bayu (udara), Teja (panas), Apah (zat cair), dan Pertiwi (zat padat). Karena manusia memiliki kemampuan berpikir (idep) maka manusialah yang wajib memelihara alam semesta termasuk mahluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan).
Panca Maha Bhuta, yang memiliki kekuatan amat besar, jika tidak dikendalikan dan tidak dipelihara akan menimbulkan bencana terhadap kelangsungan hidup alam semesta. Perhatian terhadap kelestarian alam inilah yang membuat upacara Bhuta Yadnya sering dilakukan oleh umat Hindu baik secara insidentil maupun secara berkala. Bhuta Yadnya memiliki tingkatan mulai dari upacara masegeh berupa upacara kecil dilakukan setiap hari hingga upacara caru dan tawur agung yang dilakukan secara berkala pada hitungan wuku (satu minggu), sasih (satu bulan), sampai pada hitungan ratusan tahun.
Sumber >> http://www.baliprov.go.id
Post lain >>
Salah satu
murid Maha Rsi Agastya adalah Maha Rsi Markandeya yang membawa ajaran Weda/Siwa
di Indonesia. Pada saat ke Indonesia Maha Rsi Markandeya mendapatkan pencerahan
di gunung Di Hyang (sekarang disebut dengan gunung Dieng) di gunung Dieng
Beliau Rsi Markandeya mendapatkan pawisik agar membuat pelinggih di Tohlangkir
(sekarang disebut Besakih) dan harus ditanami panca datu yang terdiri dari
unsur emas, perak, tembaga, besi dan permata mirah delima.
Setelah itu Maha Rsi Markandeya menetap di Taro (Tegal Lalang, Gianyar). Dari pencerahan-pencerahan yang di dapat di gunung Dieng dan di Tohlangkir (Besakih) beliau memantapkan ajaran Siwa kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya Sewana, Bebali (banten) dan pecaruan.
Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali dan ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggal Beliau dinamakan Bali. Jadi yang bernama Bali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa menurut petunjuk-petunjuk maha Rsi Markandeya yang menggunakan bebali atau banten. Karena sedemikian luasnya isi dari Weda dan terbentur bahasa dari mantram-mantram Weda maka diciptakanlah banten sebagai simbolisme dari mantram-mantram yang ada dalam Weda.
Setelah itu Maha Rsi Markandeya menetap di Taro (Tegal Lalang, Gianyar). Dari pencerahan-pencerahan yang di dapat di gunung Dieng dan di Tohlangkir (Besakih) beliau memantapkan ajaran Siwa kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya Sewana, Bebali (banten) dan pecaruan.
Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali dan ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggal Beliau dinamakan Bali. Jadi yang bernama Bali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa menurut petunjuk-petunjuk maha Rsi Markandeya yang menggunakan bebali atau banten. Karena sedemikian luasnya isi dari Weda dan terbentur bahasa dari mantram-mantram Weda maka diciptakanlah banten sebagai simbolisme dari mantram-mantram yang ada dalam Weda.
(sumber : http://www.dharmagiriutama.org)
Rumah Sakit Umum Di Bali ;
- Rumah Sakit Umum Sanglah
Jl. Pulau Nias
Denpasar
Bali-Indonesia
Telepon : (0361)227911-227915 - Rumah Sakit Umum Amlapura
Jl. Ngurah Rai Amlapura - Bali
Telp. (0366) 21470 Fax. (0366) 21470 - Rumah Sakit Umum Daerah TK II
Bangli
Jl. Kusuma Yudha No. 27 Bangli - Bali
Telp. 0366 91002 91521 - Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu
Jl. Gatot Subroto II/11 Denpasar - Bali
Telp. 0361 430245 Fax. 0361 430270
Email : bhaktirahayu@hotmail.com - Rumah Sakit Dharma Kerti
Jl. Teratai No. 16 Tabanan - Bali
Telp. 0361 811424 Fax. - - Rumah Sakit Umum Dharma Usadha
Jl. PB. Sudirman No. 50 Denpasar - Bali
Telp. 0361 227560 Fax. 0361 234824
E-Mail: kasih.ibu@telkom.net
Telp. 0361 227560 Fax. 0361 234824
E-Mail: kasih.ibu@telkom.net
7.
Rumah Sakit Umum Dharma Yadnya
Jl. W.R. Supratman No. 256 Denpasar Timur - Bali
Telp. 0361 462488 Fax. 0361 464526
Jl. W.R. Supratman No. 256 Denpasar Timur - Bali
Telp. 0361 462488 Fax. 0361 464526
8.
Rumah Sakit Umum Gelgel
Jl. Mawar No. 76 Tabanan - Bali
Telp. 811444 812359 Fax. -
Jl. Mawar No. 76 Tabanan - Bali
Telp. 811444 812359 Fax. -
9.
Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar
Jl. Ciung Wanara No. 2 Gianyar - Bali
Telp. 0361 943020 Fax. 0362 943049
Jl. Ciung Wanara No. 2 Gianyar - Bali
Telp. 0361 943020 Fax. 0362 943049
10. Rumah Sakit Jiwa Bina Atma
Jl. Cokroaminoto Km 5 Denpasar - Bali
Telp. 0361 437462 425744
Jl. Cokroaminoto Km 5 Denpasar - Bali
Telp. 0361 437462 425744
11. Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali
Jl. Kusuma Yudha No. 29 Bangli - Bali
Telp. 0366 91073 Fax. 0366 91074
Jl. Kusuma Yudha No. 29 Bangli - Bali
Telp. 0366 91073 Fax. 0366 91074
12. Rumah Sakit Umum Karya Dharma
Husada
Jl. Yudistira No.7 -Singaraja
Telp. 0362 21890 Fax. 0362 24356
Jl. Yudistira No.7 -Singaraja
Telp. 0362 21890 Fax. 0362 24356
13. Rumah Sakit Kasih Ibu
Jl. Teuku Umar No. 120 Denpasar - Bali
Telp. 0361 223036 Fax. 0361 238690
E-Mail: kasih.ibu@telkom.net
Jl. Teuku Umar No. 120 Denpasar - Bali
Telp. 0361 223036 Fax. 0361 238690
E-Mail: kasih.ibu@telkom.net
14. Rumah Sakit Umum Kertha Usada
Jl. Cendrawasih No. 5 Denpasar - Bali
Telp. 0362 26277 Fax. 0362 22741
Jl. Cendrawasih No. 5 Denpasar - Bali
Telp. 0362 26277 Fax. 0362 22741
15. Rumah Sakit Khusus Bedah Graha
Juanda
Jl. Cokroaminoto No. 30 Singaraja
Telp. 0361 423467 42692 Fax. 0361 423467
Jl. Cokroaminoto No. 30 Singaraja
Telp. 0361 423467 42692 Fax. 0361 423467
16. Rumah Sakit Umum Daerah Kab.
Klungkung
Jl. Flamboyan No. 40 Semarapura-Klungkung
Telp. 0366 21172 Fax. 0366 21371
Jl. Flamboyan No. 40 Semarapura-Klungkung
Telp. 0366 21172 Fax. 0366 21371
17. Rumah Sakit Umum Manuaba
Jl. HOS Cokroaminoto No. 28 Denpasar
Telp. 0361 426393 Fax. 0361 429227
Jl. HOS Cokroaminoto No. 28 Denpasar
Telp. 0361 426393 Fax. 0361 429227
18. Rumah Sakit Umum Negara
Jl. Wijaya Kusuma No. 17 Negara - Bali
Telp. 0365 41006 Fax. 0365 41006
Jl. Wijaya Kusuma No. 17 Negara - Bali
Telp. 0365 41006 Fax. 0365 41006
19. RSK. Penyakit Dalam Sari Dharma
Jl. P Seram 8, Denpasar
Telp (0361) 226866 Fax. (0361) 239594
Jl. P Seram 8, Denpasar
Telp (0361) 226866 Fax. (0361) 239594
20. Rumah Sakit Trijata
Jl. Trijata No. 32 Denpasar - Bali
Telp. 0361 234670 Fax. 0361 222897
Jl. Trijata No. 32 Denpasar - Bali
Telp. 0361 234670 Fax. 0361 222897
21. Rumah Sakit Umum Puri Rahardja
Jl. W.R. Supratman No. 14 Denpasar Bali 80233
Telp. 0361 222013 Fax. 0361 242537
Jl. W.R. Supratman No. 14 Denpasar Bali 80233
Telp. 0361 222013 Fax. 0361 242537
22. Rumah Sakit Umum Niti Mandala
Jl. Tekad Unda No. 1 Denpasar - Bali
Telp. 0361 265105 Fax. -
Jl. Tekad Unda No. 1 Denpasar - Bali
Telp. 0361 265105 Fax. -
23. Rumah Sakit Semara Husada
Jl. Patimura No. 23 Semarapura - Bali
Telp. 0366 21043 Fax. 0366 -
Jl. Patimura No. 23 Semarapura - Bali
Telp. 0366 21043 Fax. 0366 -
24. Rumah Sakit Umum Singaraja
Jl. I Gusti Ngurahrai No.30 Singaraja
Telp. 0362 22046 Fax. 0362 29629
Jl. I Gusti Ngurahrai No.30 Singaraja
Telp. 0362 22046 Fax. 0362 29629
26. Rumah Sakit Umum Tabanan
Jl. Pahlawan No. 14 Tabanan - Bali
Telp. 0361 811027 Fax. 0361 811202
E-Mail: ksanjana@denpasar.wasantara.net.id
Jl. Pahlawan No. 14 Tabanan - Bali
Telp. 0361 811027 Fax. 0361 811202
E-Mail: ksanjana@denpasar.wasantara.net.id
27. Rumah Sakit TNI-AD Singaraja
Jl. Ngurah Rai No. 70 Singaraja - Bali
Telp. 0332 22543
Jl. Ngurah Rai No. 70 Singaraja - Bali
Telp. 0332 22543
28. Rumah Sakit Udayana - Denpasar
Jl. PB Sudirman No. 1 Denpasar - Bali
Telp. 0361 228061 228003 Fax. 0361 246356
Jl. PB Sudirman No. 1 Denpasar - Bali
Telp. 0361 228061 228003 Fax. 0361 246356
29. Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya
Denpasar
Jl. Kartini No. 133 Denpasar - Bali
Telp. 0361 222141 222142 Fax. 0361 224114
Jl. Kartini No. 133 Denpasar - Bali
Telp. 0361 222141 222142 Fax. 0361 224114
30. Rumah Sakit Bersalin Ari Santi
Jl. Raya Ubud, Gianyar
Telp. 0361 974573
Jl. Raya Ubud, Gianyar
Telp. 0361 974573
31. BIMC Hospital Bali
Jalan Bypass Ngurah Rai 100 X, Kuta 80361, Bali, Indonesia p. (+62 361) 761263 f. (+62 361) 764345
info@bimcbali.com
Jalan Bypass Ngurah Rai 100 X, Kuta 80361, Bali, Indonesia p. (+62 361) 761263 f. (+62 361) 764345
info@bimcbali.com
32. RUMAH SAKIT UMUM GRAHA ASIH
Jalan I Gusti Ngurah Rai No. 33X
Kuta -- Badung
Bali 80361
Jalan I Gusti Ngurah Rai No. 33X
Kuta -- Badung
Bali 80361
Kedutaan Asing di BALI
No comments:
Post a Comment